Senin, 21 November 2011

Perbaiki Hatimu Wahai Saudaraku Salafi

Perbaiki Hatimu Wahai Saudaraku Salafi…


Perbaiki hatimu wahai saudaraku salafi… karena baiknya hati adalah modalmu
(Syaikh Muhammad bin Abdillah al-Imam – hafizhohulloh – )
Bismillahirrahmanirrahim.Segala puji hanya milik Alloh, dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak diibadahi melainkan Alloh semata, tiada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-nya, semoga Alloh senantiasa mencurahkan sholawat dan salam kepadanya beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Semoga Alloh mensyukuri (yakni, menerima amal meskipun sedikit dan melipatgandakan balasannya -pent) orang tua kita al-Allamah Syaikh Robi’ al-Madkholi atas berbagai nasihat yang telah beliau sampaikan. Hal itu menunjukkan keinginan beliau yang sangat besar akan kebaikan kaum muslimin secara umum dan saudara-saudaranya, ahlussunnah secara khusus. Dalam nasihat-nasihatnya ini, beliau telah mengingatkan kita akan nasihat-nasihat orang tua dan Syaikh kita al-Allamah al-Wadi’i – semoga Alloh merahmati beliau.
Sungguh beliau dahulu sangat sering memberi wasiat untuk ikhlas kepada Alloh.
Dahulu beliau berkata, “Sungguh kami lebih mengkhawatirkan dakwah ini mendapatkan bahaya dari diri-diri kami, dari pada kekhawatiran kami akan bahaya yang ditimbulkan orang lain terhadap dakwah ini.”
Maka berbagai wasiat dan nasihat para ulama hendaknya mendapatkan perhatian, penerimaan, semangat dan perealisasian.
Perkataan Syaikh kami al-Wadi’i – rohimahulloh – , “Sungguh kami mengkhawatirkan dakwah ini mendapatkan bahaya dari diri-diri kami” adalah perkara yang sangat penting. Yaitu, hendaknya kita semua mengetahui bahwa kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan kita, seringnya bisa lebih membahayakan dakwah kita dari pada bahaya yang ditimbulkan oleh musuh terhadap dakwah ini. Jika penyimpangan-penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang terus dilakukan oleh pelakunya, dan dia terus membantah dan membangkang.
Wahai saudara sekalian, aku mengajak diri ini dan saudara-saudaraku sekalian – semoga Alloh menjaga mereka – untuk mementingkan dan memberi perhatian kepada perbaikan hati-hati kita. Karena modal kita adalah hati-hati kita. Jika hati-hati itu telah baik, maka bergembiralah.
Marilah kita meneladani manusia-manusia terbaik dan paling utama setelah para Nabi dan Rosul. Mereka adalah para sahabat – semoga Alloh meridhoi mereka. Para sahabat, hati-hati mereka dipenuhi dengan kebaikan. Ketika turun firman Alloh ta’ala,
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ
“Kepunyaan Alloh-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Alloh akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” (al-Baqoroh: 284)
Mereka menemui Rosul – ‘alaihish sholaatu was salaam – dan mereka duduk di atas lutut-lutut mereka dengan mengatakan, “Wahai Rosululloh, sungguh Alloh telah menurunkan ayat ini kepadamu, sedankan kami tidak mampu terhadapnya!”
Dalam ayat ini tidak ada amalan-amalan lahiriah! Dalam ayat ini tidak ada kewajiban-kewajiban baru berkaitan dengan amalan lahiriah. Yang ada dalam ayat ini adalah penyebutan bahwa Alloh ta’ala akan memperhitungkan hamba atas apa yang ada dalam hati-hati mereka. Alloh akan membuat perhitungan dengan hamba atas apa yang ada dalam hati-hati mereka.
Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rosululloh, kami diperintah untuk berjihad lalu kami berjihad, kami diperintah sedekah maka kami pun bersedekah, kami diperintah berhijrah kami pun berhijrah, akan tetapi kami tidak mampu melaksanakan ayat ini.”
Ini termasuk bukti dalamnya pemahaman mereka, bukti kejujuran dan keikhlasan mereka. Mereka menghendaki agar hati-hati mereka mendapatkan keridhoan di sisi Alloh.
Maka Nabi – ‘alaihish sholaatu was salaam – berkata kepada mereka,
أتريدون أن تقولوا كما قال أهل الكتابين ؟! : ( سمعنا وعصينا ) قولوا : ( سمعنا وأطعنا )
“Apakah kalian ingin berkata seperti ucapan orang-orang ahli kitab, ‘kami dengar dan kami bermaksiat’. Ucapkanlah ‘kami dengar dan kami taat’.”
Maka mereka pun mengatakan, kami dengar dan kami taat. Lalu Alloh menurunkan, ayat
آمَنَ الرَّسُولُ …
Rosul telah beriman…” (al-Baqoroh: 285) dan seterusnya ayat sampai akhir.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.
Yang menjadi dalil adalah bahwa para sahabat dahulu merasa takut terhadap keburukan, kerusakan dan penyakit-penyakit hati. Adakah orang yang selamat hatinya?!
Tatkala turun firman Alloh ta’ala,
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِ حَتَّىٰ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّن بَعْدِ مَا أَرَاكُم مَّا تُحِبُّونَ مِنكُم مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الْآخِرَةَ
“Dan sesungguhnya Alloh telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rosul) sesudah Alloh memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (Ali ‘Imron: 152)
Ibnu Mas’ud berkata, “Demi Alloh, dahulu aku tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang menghendaki dunia, sampai turunnya ayat ini.”
Hal itu karena mereka semua berjihad di jalan Alloh; kaum Muhajirun dan kaum Anshor – rodhiyallohu ‘anhum – .
Kaum Muhajirun, mereka telah meninggalkan tanah kelahiran, orang-orang yang dicintai, anak-anak dan harta benda. Mereka berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya – ‘alaihish sholaatu was salaam.
Kaum Anshor, mereka telah menolong Alloh, menolong Rosul-Nya, mengeluarkan hartamereka, mempersiapkan diri mereka dan mereka maju untuk berjihad, berdakwah, mengajarkan ilmu dan seterusnya.
Maka turunlah ayat ini, “Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (Ali ‘Imron: 152)
Yakni, pokok kesalahan yang terjadi itu adalah keinginan terhadap dunia. Dan yang dimaksud dengan keinginan terhadap dunia di sini adalah ghonimah (harta rampasan perang). Yang dimaksud di sini bukanlah keinginan yang terus menerus terhadap dunia, seperti yang terjadi saat ini!
Jika kita periksa apa yang ada dalam hati-hati kita, apa yang akan kita dapatkan?!! Apa yang akan kita dapatkan dalam hati-hati kita?!!
Yang seandainya kami turunkan dalil-dalil atas hal itu, sungguh kita akan tahu bahwa hati-hati kita sangat membutuhkan pertolongan! Sangat membutuhkan perbaikan! Sangat membutuhkan pemeriksaan terhadap apa yang ada padanya!
Al-’Allamah Ibnul Jauzi – rohimahulloh – berkata, “Sesungguhnya yang tergelincir di jalan ini hanyalah orang yang tidak mengikhlaskan amalnya untuk Alloh.”
Engkau bisa melihat salah seorang dari kita, ada yang menempuh perjalanan dalam kebaikan dengan bergegas, bersegera dan mendekatinya. Dari sana, engkau melihat setelah itu adanya sesuatu yang mengherankan, berupa kemunduran dan ketertinggalan!
Padahal kita mengetahui bahwa setiap kali seseorang melaksanakan suatu ketaatan, maka Alloh akan membalasnya dengan menambah kecintaan dan pengagungan terhadap ketaatan, menambah kekokohan dan kekonsitensian di atasnya. Kita membaca firman-Nya ta’ala,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى
Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Alloh menambah petunjuk kepada mereka.” (Muhammad: 17)
Maka pelaksanaan suatu ibadah dan ketaatan adalah merupakan petunjuk yang Alloh tambahkan kepada petunjuk yang telah ada pada orang yang taat.
Akan tetapi, sebagaimana telah kalian dengar, perhatian terhadap perbaikan hati adalah perkara yang sangat penting sekali. Jangan kau tanyakan tentang hatimu kecuali kepada dirimu. Perhatikan, dimanakah posisimu? Perhatikan, dimanakah posisimu?
Oleh karenanya, telah datang suatu hadits riwayat al-Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh bahwa Rosul – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
غَزَا نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لَا يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا وَلَا أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا وَلَا أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ يَنْتَظِرُ وِلَادَهَا
“Ada salah seorang Nabi yang hendak berperang, lalu dia berkata kepada kaumnya, tidak boleh mengikutiku orang yang telah menikahi seorang wanita sedangkan dia ingin menggaulinya namun belum menggaulinya. Juga orang yang membangun suatu rumah namun belum menaikkan atapnya. Juga orang yang telah membeli kambing atau onta yang sedang mengandung sedangkan dia menunggu-nunggu kelahirannya…” (al-hadits)
Nabi ini, beliau tidak menerima orang yang memiliki ketergantungan dengan suatu urusan dunia. Karena dikhawatirkan dengan sebab kesibukan dan ketergantungannya terhadap urusan-urusan ini, dia tidak akan ikhlas kepada Alloh, dia tidak akan sungguh-sungguh, dan dia tidak akan sabar dalam berjihad di jalan Alloh. Dia akan terus menunggu kapan bisa kembali kepada urusan-urusannya ini!
Maka termasuk sebab terbesar dari penyakit hati adalah cinta dunia. Wahai saudaraku, (cinta dunia) adalah kerusakan dan penyakit yang sangat berbahaya.
Setiap kita memiliki naluri yang telah diciptakan sebagai fitroh kita, untuk mencintai dunia. Tidak ada seorang pun yang mampu menghindar dan lepas dari hal ini, kecuali sesuai dengan kadar perbaikan hatinya, perjuangan melawan jiwanya, dan dia memperhatikan sejauh mana posisi dia dalam memperbaiki hatinya?
Maka hati ini, jika tidak dipenuhi dengan kebaikan, dengan rasa takut kepada Alloh, dengan muroqobah (merasa diawasi) Alloh, dengan ikhlas kepada Alloh dan dengan kejujuran terhadap Alloh, niscaya hati ini akan dikepung oleh berbagai fitnah dan penyakit.
Ibnul Jauzi – rohimahulloh – berkata, “Kezholiman disebut kezholiman karena ia dari zhulmah (gelapnya) hati. Jika hati itu bercahaya, niscaya kezholiman tidak akan datang. Namun jika hati itu tidak bercahaya, niscaya hati itu menjadi gelap dan datanglah kezholiman darinya.”
Maka hati-hati manusia itu sangat butuh kepada cahaya, butuh kepada makanan, butuh kepada obat. Yaitu makanannya yang telah Alloh pilihkan dan Alloh turunkan sebagai rahmat dari-Nya untuk kita, dan juga sebagai perhatian dalam rangka memberikan hidayah dan taufik kepada kita.
Cahaya hati, makanan, obat dan penyembuhnya, ada pada al-Qur`an al-Karim dan as-Sunnah al-Muthohharoh.
Apakah kita telah menghadapkan diri kita untuk menuntut ilmu?!! Yakni ilmu syar’i?!!
Ilmu adalah cahaya. Cahayanya lebih hebat dari cahaya matahari dan bulan. Maka hendaknya kita tidak menyia-nyiakan diri, hidup tanpa ada pelajaran, tanpa halaqoh ilmu, tanpa ada hubungan dengan al-Qur`an.
Memberikan pelajaran, belajar mengajar, memberi nasihat kepada manusia serta berdakwah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, jika tidak menjadi tugas kita yang dibarengi dengan kesungguhan, tekad yang kuat, kesabaran, usaha dan kerelaan, maka akan sia-sialah diri kita, dakwah kita dan ukhuwah (persaudaraan) kita.
Syaikh kami al-Wadi’i – rohimahulloh – berkata, “Ahlussunnah itu banyak, akan tetapi mereka terpencar-pencar, tidak saling mencari dan tidak saling mengenal”!
Ini termasuk salah satu kesalahan dan kekurangan yang terjadi pada kita.
Wahai saudara sekalian, memang pembicaraan terkadang melebar, namun secara ringkas, nasihat orang tua kita asy-Syaikh Robi’ – hafizhohulloh – adalah ikhlas hanya kepada Alloh.
Dan itu adalah sebaik-baik yang beliau ucapkan. Semoga Alloh membalas kebaikan kepada beliau dari kita dan islam. Dan seperti itulah hendaknya orang-orang memberi nasihat.
Berpegang teguh dengan Kitabulloh dan Sunnah Rosul-Nya – shollallohu ‘alaihi wa sallam – adalah landasan agung yang hanya ditegakkan oleh Ahlussunnah, sebagaimana kalian ketahui. Adapun selain Ahlussunnah, maka mereka berusaha menghancurkan landasan ini, sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Ahmad – rohimahulloh – “Ahlul bid’ah berbeda-beda, mereka menyelisihi al-Kitab, namun mereka bersepakat dalam menyelisihi al-Kitab.”
Maka berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah hanya akan direalisasikan oleh orang yang meridhoi Alloh sebagai Robbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad – shollallohu ‘alaihi wa sallam – sebagai rosul dan nabinya – shollallohu ‘alaihi wa sallam -. Yaitu orang yang menghendaki Alloh dan tidak menghendaki dunia, orang yang menyayangi hamba-hamba Alloh, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – “Ahlussunnah adalah orang yang paling mengetahi kebenaran dan paling sayang terhadap makhluk.”
Maka sifat rahmat (kasih sayang) akan datang ketika kita mempelajari dan membekali diri dengan ilmu serta mencurahkan usaha untuk memberikan nasihat dan bimbingan kepada manusia. Umat ini dan seluruh manusia sangat butuh kepada nasihat dan pengajaran ilmu.
Dan sebagaimana kalian ketahui – semoga Alloh memberkahi kalian – bahwa dakwah Ahlussunnah wal Jama’ah, dakwah salafiyah, telah Alloh jadikan bermanfaat pada belahan timur dan barat bumi ini. Pada masa ini, dakwah ini mulai muncul di negri ini “Saudi”, dan Alloh telah menjadikannya sangat bermanfaat bagi belahan timur dan barat bumi ini. Maka aku ingin memberikan nasihat kepada para ulama dan para dai – meskipun aku termasuk orang yang paling butuh terhadap nasihat, akan tetapi tidak mengapa kita memberikan peringatan –, aku ingin memberi nasihat kepada para ulama ahlussunnah di negri ini, para dai dan para penuntut ilmu, hendaknya mereka terus menyebarkan dakwah ini. Dakwah yang dengannya Alloh telah menjadikan mereka mulia. Yaitu dakwah yang murni, bersih tidak ada hizbiyah (fanatik golongan), tidak ketimuran, tidak kebaratan, tidak ada kebid’ahan, yang ada hanya tamassuk (berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah secara benar -pent). Dakwah yang tidak akan koyak, tidak akan berubah, tidak akan berganti, akan tetapi (dakwah yang dilandasi dengan -pent) ittiba’, peneladanan dan keteguhan dalam berpegang dengan manhaj nubuwah.
Kita memohon kepada Alloh dengan anugrah dan kedermawanan-Nya, agar Dia menambahkan petunjuk dan ketakwaan kepada kita, memperbaiki hati-hati kita, melanggengkan persaudaraan kita dalam agama. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh, Robb alam semesta.
Sambutan Syaikh Muhammad al-Imam – hafizhohulloh ta’ala – dalam Liqo`usy Syaro`i’ di Mekah malam 8 Dzulhijjah 1430 H (Setelah sambutan dari Syaikh al-Allamah Robi’ – hafizhohullohu ta’ala)
Selesai.
Ditranskrip dan dibandingkan dengan sumber audio oleh : Abu Ishaq as-Sathoifi – ghofarollohu lahu wa ashlaha qolbahu (semoga Alloh mengampuninya dan memperbaiki hatinya).Diijinkan untuk disebarkan oleh yang mulia Syaikh – hafzhohulloh.
Sumber :  http://www.olamayemen.com/show_art40.html

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons